Kamis, 25 Agustus 2016

HORTIKULTURA

Hortikultura adalah ilmu yang mempelajari tentang budidaya tanaman. Hortikultura berasal dari bahasa latin Hortus dan Colera. Hortus sendiri adalah tanaman kebun dan colera adalah budidaya.

Hortikultura terbagi atas 4 yaitu :

1. Pomology

    Pomology adalah cabang ilmu yang mempelajari tentang buah-buahan.



2. Olericultur

    Olericultur adalah cabang ilmu yang mempelajari tentang sayur-sayuran.



3. Florikultur

    Florikultur adalah cabang ilmu yang mempelajari tentang tanaman hias dan bunga.




4. Lansekap

    Lansekap adalah cabang ilmu yang mempelajari tentang tata cara menggunakan tanaman sebagai penghias
    taman.





Ciri-ciri dari tanaman hortikultura yaitu :
  • Mudah rusak (perishable) dan busuk
  • Membutuhkan penyimpanan yang luas
  • Melimpah dalam satu musim
  • Fluktuasi harga tajam


Jumat, 12 Agustus 2016

LAPORAN BUDIDAYA TANAMAN KELAPA SAWIT DAN KARET

PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis) bukanlah tanaman asli Indonesia. Berdasarkan bukti-bukti fosil, sejarah dan linguistik, tanaman kelapa sawit dipercaya berasal dari pesisir tropis Afrika Barat. Tanaman kelapa sawit liar telah dimanfaatkan oleh penduduk  Afrika Barat sebagai minyak makan. Temuan arkeologi di Mesir menunjukkan penggunaannya sudah terjadi pada tahun 3000 SM. Tanaman kelapa sawit dikenali bangsa Eropa saat ekspedisi Portugis ke Afrika Barat pada abad ke-15 (Agustira dkk., 2008).
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tumbuhan tropis yang diperkirakan berasal dari Nigeria (Afrika Barat) karena pertama kali ditemukan di hutan belantara negara tersebut. Kelapa sawit masuk pertama kali ke Indonesia pada tahun 1848 dibawa dari Marnitius dan Amsterdam oleh seorang warga Belanda. Bibit kelapa sawit yang berasal dari kedua tempat tersebut masing-masing berjumlah dua batang dan pada tahun itu juga ditanam di kebun Raya Bogor. Hingga saat ini dua dari empat pohon tersebut masih hidup dan diyakini sebagai nenek moyang kelapa sawit yang ada di Asia Tenggara. Sebagian keturunan kelapa sawit dari kebun Raya Bogor tersebut telah diproduksi ke Deli Serdang (Sumatera Utara) sehingga dinamakan varietas Deli Dura (Hadi, 2004).
Kelapa sawit merupakan salah satu primadona ekspor Indonesia yang pertanamannya berkembang sangat pesat. Pada tahun 1986, luas perkebunan kelapa sawit baru mencapai 607 ribu hektar dengan produksi sebesar 1,35 juta ton, tetapi pada tahun 1990 meningkat menjadi 1,15 juta hektar dengan produksi sebesar 2,43 juta ton.  Nilai ekspor komoditas ini juga meningkat dari 112,9 juta dolar pada tahun 1986 menjadi 178,2 juta dolar pada tahun 1990. Sekitar 25% dari luas areal pertanaman kelapa sawit saat ini dikelola oleh perkebunan negara, 25% merupakan areal perkebunan rakyat dan sisanya dikelola oleh perkebunan swasta. Penelitian kelapa sawit bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan nilai tambah minyak sawit melalui diversifikasi produk (Balitbang Pertanian, 1992).
Kelapa sawit memiliki banyak manfaat dalam penggunaannya. Selain minyak sawit yang dihasilkan oleh daging buah (Mesokarp) yang dikenal dengan CPO (Crude Palm Oil), kelapa sawit juga menghasilkan minyak inti sawit yang dihasilkan dari inti sawit yang dikenal dengan minyak inti sawit atau Palm Kernel Oil (PKO). Dari keduanya dapat dibuat berbagai jenis produk lainnya. Pabrik pengolahannya disebut refineri dan ekstraksi. Dari sini akan keluar lagi beberapa jenis minyak, ada yang sudah siap pakai dan ada yang harus diproses untuk menjadi produk lainnya. Disamping minyak atau bahan solid lain, juga akan keluar beberapa padatan lainnya yang dapat langsung dipakai atau harus diproses lebih lanjut (Wahyono dkk., 1995).
Pembibitan tanaman kelapa sawit yang diusahakan sendiri oleh para petani kelapa sawit ini sampai tumbuhnya perkecambahan, memang memerlukan kurun waktu lama. Selama kurun waktu itu memerlukan perhatian. Para petani kecil mungkin belum mengetahui cara yang baik sehingga banyak dari mereka lebih menyukai untuk membeli benih yang telah berkecambah. Di beberapa negara tertentu yang membudidayakan tanaman ini (termasuk Indonesia) pihak Dinas Pertanian dan Dinas Perkebunan telah menyediakan benih yang telah berkecambah (Kartasapoetra, 1988).



Tujuan Percobaan
            Adapun tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk urea dan frekuensi penyiraman terhadap pertumbuhan
kecambah kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) (D x P) di Pre Nursery.
Hipotesis Percobaan
-        Adanya pengaruh pemberian pupuk Urea terhadap pertumbuhan bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.).
-        Adanya pengaruh frekuensi penyiraman terhadap pertumbuhan bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Pre Nursery.
-          Adanya interaksi pemberian pupuk urea dan frekuensi penyiraman terhadap pertumbuhan bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Pre Nursery.
Kegunaan Percobaan

            Sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti Praktikal Tes di Laboratorium Budidaya Tanaman Kelapa Sawit dan Karet Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman
Menurut Mangoensoekarjo dan Semangun (2003), taksonomi kelapa sawit yang umum diterima sekarang adalah sebagai berikut: Kingdom  : Plantae; Divisio  : Spermatophyta; Subdivisio : Angiospermae; Kelas : Monocotyledoneae; Ordo   : Palmales; Famili   : Palmaceae; Genus   : Elaeis;
Spesies  : Elaeis guineensis Jacq.
Tanaman kelapa sawit berakar serabut. Perakarannya sangat kuat karena tumbuh kebawah dan kesamping membentuk akar primer, sekunder, tertier dan kuartener. Akar primer tunbuh kebawah didalam tanah sampai batas permukaan air tanah. Sedangkan akar sekunder, tertier dan kuartener tumbuh sejajar dengan permukaan air tanah bahkan akar tertier dan kuartener menuju ke lapisan atas atau ke tempat yang banyak mengandung zat hara. Disamping itu tumbuh pula akar nafas yang timbul di atas permukaan air tanah atau didalam tanah. Penyebaran akar terkonsentrasi pada tanah lapisan atas (Fauzi dkk., 2003).
Besarnya batang berdiameter 20-75 cm, dan di perkebunan umumnya     45-60 cm, bahkan pangkal batang bisa lebih besar lagi pada tanaman tua. Biasanya batang adalah tunggal (tidak bercabang) kecuali yang abnormal. Tinggi batang bisa mencapai 20 m lebih, umumnya diperkebunan 15-18 m          (Sianturi, 1991).
Daun kelapa sawit bersirip genap, bertulang sejajar, panjangnya dapat mencapai 3-5 meter. Pada pangkal pelepah daun terdapat duri-duri kasar dan bulu-bulu halus sampai kasar. Panjang pelepah daun dapat lebih dari 9 meter. Helai anak daun yang terletak di tengah pelepah daun adalah yang paling panjang dan panjangnya dapat melebihi 1,20 meter. Jumlah anak daun dalam satu pelepah daun adalah 100-160 pasang (Setyamidjaja, 1991).
Susunan bunga terdiri dari karangan bunga yang terdiri dari bunga jantan (tepung sari) dan bunga betina (putik). Namun, ada juga tanaman kelapa sawit  yang hanya memproduksi bunga jantan. Umumnya bunga jantan dan bunga betina terdapat dalam tandan yang sama. Bunga jantan selalu masak terlebih dahulu daripada bunga betina. Karena itu, penyerbukan sendiri antara bunga jantan dan bunga betina dalam satu tandan sangat jarang terjadi. Masa reseptif (masa putik dapat menerima tepung sari) adalah 3x24 jam. Setelah itu, putik akan berwarna hitam dan mengering (Sastrosayono, 2008).
Biji kelapa sawit mempunyai bagian: a). Endokarpium (kulit biji= tempurung), berwarna hitam dan keras, b). Endosperm (kernel=daging biji) berwarna putih dan dari bagian ini akan menghasilkan minyak inti sawit setelah melalui ekstraksi, c). Lembaga atau embrio (Setyamidjaja, 1991).
Syarat Tumbuh
Iklim
Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropika basah di sekitar Lintang Utara-Lintang Selatan 12 derajat pada ketinggian 0-600 m dari atas permukaan laut. Jumlah curah hujan yang baik adalah 2000-2500 mm per tahun, tidak memiliki defisit air hujan agak merata sepanjang tahun. Temperatur yang optimal 24-28 °C, terendah 18 °C dan tertinggi 32°C. Kelembaban 80%  dan penyinaran matahari 5-7 jam per hari. Kecepatan angin 5-6 km/jam sangat baik untuk membantu proses penyerbukan. Angin yang terlalu kencang akan menyebabkan tanaman baru goyang atau miring (Lubis, 1992).
Curah hujan optimum yang diperlukan tanaman kelapa sawit rata-rata 2000-2500 mm/tahun dengan distribusi merata sepanjang tahun tanpa bulan kering yang berkepanjangan. Kelembaban optimum bagi pertumbuhan kelapa sawit antara 80-90%. Faktor-faktor yang memepengaruhi kelembaban ini adalah suhu, sinar matahari, lama penyinaran, curah hujan, dan evapotranspirasi        (Tim Penulis PS, 1997).
Lama penyinaran rata-rata 5 jam dan naik menjadi 7 jam per hari untuk beberapa bulan tertentu akan berpengaruh baik terhadap kelapa sawit. Lama penyinaran ini terutama berpengaruh terhadap pertumbuhan dan tingkat asimilasi, pembentukan bunga (sex-ratio) dan produksi buah (Setyamidjaja, 1991).
Tanah
Kelapa sawit tumbuh pada beberapa jenis tanah seperti Podsolik, Latosol, Hidromorfik kelabu, Regosol, Andosol dan Alluvial. Sifat fisik taanah antara lain: Solum yang dalam, lebih dari 80 cm. Solum yang tebal akan merupakan media yang baik bagi perkembangan akar sehingga efisiensi penyerapan hara tanaman akan lebih baik, Tekstur lempung atau lempung berpasir dengan komposisi 20-60% pasir, 10-40% lempung dan 20-50% liat, Struktur, perkembangannya kuat; konsistensi gembur sampai agak teguh dan permeabilitas sedang, Gambut, kedalamannya 0-0,6 m, Laterite, tidak dijumpai,
(PTPN IV, 1996).
Kemasaman tanah idealnya adalah pH 5,5 yang baik adalah pH 4,0-6,0, tetapi boleh juga digunakan pH 6,5-7. Tanah harus gembur dan drainase baik sehingga aerasi juga baik (Sianturi, 1991).
Sifat fisik tanah yang baik lebih dikehendaki tanaman kelapa sawit daripada sifat kimianya. Beberapa hal yang menentukan sifat fisik tanah adalah tekstur, struktur, konsistensi, kemiringan tanah, permeabilitas, ketebalan lapisan tanah dan kedalaman permukaan air tanah. Secara ideal tanaman kelapa sawit menghendaki tanah yang gembur, subur, mempunyai solum yang dalam tanpa lapisan padas, teksturnya mengandung liat dan debu 25-30%, datar serta berdrainase baik (Setyamidjaja, 1991).
Pupuk Urea
                Pupuk Urea adalah pupuk kimia yang mengandung Nitrogen (N) berkadar tinggi. Unsur Nitrogen merupakan zat hara yang sangat diperlukan tanaman. Pupuk Urea berbentuk butir-butir kristal berwarna putih, dengan rumus kimia CO(NH2)2, merupakan pupuk yang mudah larut dalam air dan sifatnya sangat Universitas Sumatera Utara mudah menghisap air (higroskopis), karena itu sebaiknya disimpan di tempat kering dan tertutup rapat. Pupuk Urea mengandung unsur hara N sebesar 46% dengan pengertian setiap 100 kg Urea mengandung 46 kg Nitrogen (Lokasari, 2011).
            Nitrogen tidak tersedia dalam bentuk mineral alami seperti unsur hara lainnya. Sumber nitrogen yang terbesar berupa udara yang sampai ke tanah melalui air hujan atau udara yang diikat oleh bakteri pengikat nitrogen. Contoh bakteri pengikat nitrogen adalah Rhizobium sp. yang ada di bintil akar tanaman kacang-kacangan (leguminoseae). Idealnya, bakteri mampu menyediakan 50 – 70% kebutuhan nitrogen tanaman. Selain Rhizobium ada jenis bakteri pengikat nitrogen lain yang tidak bersimbiosis dengan tanaman tingkat tinggi (bersifat independent), misalnya Azotobakter. Nitrogen pada tanaman mempunyai pengaruh merangsang pertumbuhan daun dengan cepat serta menyebabkan daun dan batang berwarna hijau karena N merupakan bahan pembentuk klorofil (Ambarwati, 2008).
            Pemupukan memberikan kontribusi yang sangat luas dalam meningkatkan produksi dan kualitas produk yang dihasilkan. Salah satu efek pemupukan yang sangat bermanfaat yaitu meningkatnya kesuburan tanah yang menyebabkan tingkat produksi tanaman menjadi relatif stabil serta meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan penyakit dan pengaruh iklim yang tidak menguntungkan (Sinulingga et al., 2015).
            Nutrisi tanah sangat penting untuk diketahui oleh petani sebelum proses penanaman dilakukan,karena nutrisi tanah akan sangat berpengaruh pada tingkat kesuburan tanah, tanaman dan hasil produksi di samping itu ada beberapa proses yang mempengaruhi proses penanaman yaitu konsep pemupukan. Secara tradisional petani jarang melakukan analisa kesuburan tanah, karena biaya yang diperlukan untuk analisa ini cukup mahal. Akibatnya dosis pupuk yang diberikan ke dalam tanah hanya berdasarkan informasi umum saja. Pemilihan pupuk yang tepat untuk tanaman sangat penting agar kebutuhan tanaman akan pupuk dapat secara efisien terpenuhi (Hamzah et al., 2015).
Pembibitan Kelapa Sawit
            Pertumbuhan awal bibit merupakan periode kritis yang sangat menentukan keberhasilan tanaman dalam mencapai pertumbuhan yang baik di pembibitan. Bibit merupakan produk yang dihasilkan dari suatu proses pengadaan bahan tanaman yang berpengaruh terhadap pencapaian hasil produksi pada masa selanjutnya (Nazari, 2008).
            Masalah yang sering dihadapi oleh petani swadaya kelapa sawit adalah ketersediaan bibit yang kurang berkualitas, yang ditunjukkan daya tumbuh yang rendah. Hal ini disebabkan salah satunya terutama dalam hal ketersediaan unsur hara. Sementara unsur hara merupakan hal yang sangat penting bagi media tanam, ketersediaannya mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang berada di atasnya. Umumnya pemenuhan unsur hara pada media tanam dilakukan dengan pemupukan (Budianto, 2012).
                Salah satu faktor penentu produktivitas tanaman kelapa sawit adalah dengan menggunakan bibit yang berkualitas yang didapatkan melalui penggunaan benih yang secara genetik unggul dan pemeliharaan yang baik, terutama pemupukan. Namun, sebagian besar pekebun swadaya menggunakan bibit berkualitas rendah yang berasal brondolan lepas di kebun serta pengelolaan pupuk yang rendah. Hal tersebut disebabkan oleh kurangnya informasi mengenai pengelolaan pembibitan yang baik serta dosis pemupukan yang tepat. Oleh karena itu, ketepatan dosis pupuk selama proses pembibitan menjadi faktor yang sangat penting (Ramadhaini et. al, 2015).
Penyiraman
                Di pembibitan biasanya penyiraman dilakukan sebanyak dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari. Penyiraman pagi yaitu dimulai jam 07.00 WIB sampai jam 11.00 WIB sedangkan penyiraman sore hari dimulai jam 16.00 WIB. Penyiraman pada siang hari jarang dilaksanakan, hal ini karena pada siang hari penguapan pada tanaman lebih tinggi.Air yang cepat menguap akan membuat komponen mineral atau zat terlarut lainnya yang sebelumnya terkandung di dalam air siraman akan tertinggal di permukaan daun atau bagian tanaman lainnya. Hal tersebut tidak baik bagi tanaman dan dapat membuat tanaman menjadi mati karena sifatnya yang toksik (Dwiyana et al., 2015).
            Penyiraman dengan interval yang panjang juga dapat menghindari tanah di pembibitan yang menjadi padat karena penyiraman yang sering dilakukan (Haryati 2003). Ketahanan tanaman terhadap cekaman air dilapangan dapat dinilai dari ketahanan cekaman di pembibitan. Pangaribuan (2001) menyatakan cekaman air pada tanaman kelapa sawit ditunjukkan oleh terhambatnya daun-daun membuka, terjadinya pengeringan daun muda, rusaknya hijau daun, dan mempercepat kematian tanaman (Ichsan et al., 2012).
            Ketersediaan air merupakan salah satu faktor pembatas utama bagi produksi kelapa sawit. Kekeringan menyebabkan penurunan laju fotosintesis dan distribusi asimilat terganggu, berdampak negatif pada pertumbuhan tanaman baik fase vegetatif maupun fase generatif. Pada fase vegetatif kekeringan pada tanaman kelapa sawit ditandai oleh kondisi daun tidak membuka dan terhambatnya pertumbuhan pelepah. Pada keadaan yang lebih parah kekurangan air menyebabkan kerusakan jaringan tanaman yang dicerminkan oleh daun pucuk dan pelepah yang mudah patah. Pada fase generatif kekeringan menyebabkan terjadi penurunan produksi tanaman akibat terhambatnya pembentukan bunga, jumlah bunga jantan, pembuahan terganggu, gugur buah muda, bentuk buah kecil dan rendemen minyak buah rendah (Hermanto et al., 2014).
            Terjadi kekurangan air mengakibatkan fotosintesis tanaman akan terganggu karena tejadi pengurangan dalam pembentukan dan perluasan daun. Hal ini menyebabkan produktivitas kelapa sawit menurun. Kekurangan air yang terjadi akan menganggu pertumbuhan dan produktifitas kelapa sawit 2–3 tahun ke depan. Ketersediaan air juga mempengaruhi pemupukan terhadap tanaman karena air berperan dalam melarutkan unsur hara yang diberikan terhadap tanaman (Manalu, 2008).
            Menurut Darmosarkoro et al. (2008), kebutuhan air pada pembibitan utama (main nursery) adalah sesuai dengan umur bibit yaitu 0,6 L bibit-1 hari-1 untuk umur bibit 0-2 bulan, 0,7 L bibit-1 hari-1 untuk umur bibit 2-4 bulan, 1,0 L bibit-1 hari-1 untuk umur bibit 4-6 bulan, dan 1,5 L bibit-1 hari-1 untuk umur bibit > 6 bulan. Penyiraman yang cukup dan efisien sangat penting untuk mendapatkan tanaman yang jagur, sehat dan homogen (Raisawati, 2010).


BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Praktikum
            Percobaan ini dilakukan pada hari Jumat dari bulan Maret sampai Mei 2016 di lahan Laboratorium Budidaya Tanaman Kelapa Sawit dan Karet, Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan laut.
Bahan dan Alat
            Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah benih kelapa sawit sebagai objek percobaan, pupuk urea sebagai bahan campuran media tanam, sub soil sebagai media tanam, polibag digunakan sebagai wadah media tanam, air fungsinya untuk menyiram benih, daun kelapa sawit fungsinya sebagai naungan, bambu fungsinya sebagai tiang naungan dan label sebagai penanda polibag.
            Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah cangkul untuk mencampur media tanam, gembor untuk menyiram benih, timbangan untuk menimbang kompos, buku data dan alat tulis untuk menulis data.
Metode Percobaan
            Percobaan ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) factorial yang terdiri dari 2 faktor perlakuan yaitu:
Faktor  I          : Pemberian Pupuk Urea) dengan 4 taraf
            N0       : Pupuk Urea sebanyak 10 gr
            N1       : Pupuk Urea sebanyak 5 gr
            N2       : Pupuk Urea sebanyak 10 gr
            N3       : Pupuk Urea sebanyak 15 gr
Faktor  II         : Frekuensi penyiraman dengan 3 taraf
            F1        : Pagi
            F2        : Pagi dan Sore
            F3        : Pagi, siang, dan sore
Sehingga didapat 12 kombinasi perlakuan yaitu
            N0F1               N1F1               N2F1               N3F1
            N0F2               N1F2               N2F2               N3F2
            N0F3               N1F3               N2F3               N3F3

Jumlah ulangan                                   : 3
Jumlah plot per ulangan                      : 4
Jumlah bibit perpolibag                       : 1
Jumlah bibit perplot                             : 1      
Jumlah kecambah seluruhnya              : 36 bibit

Pelaksanaan Percobaan
Pembuatan Naungan
            Naungan dibuat dengan menggunakan batang bambu dan pelepah kelapa sawit sebagai atap naungan. Pembibitan awal kelapa sawit harus diberikan naungan agar tidak terkena cahaya matahari secara langsung.
Persiapan Media Tanam
            Media tanam yang digunakan adalah sesuai dengan masing-masing perlakuan yaitu campuran top soil dan pasir dengan perbandingan 2:1.
Aplikasi Pupuk Urea
            Masing-masing perlakuan media tanam dicampur dengan pupuk urea sesuai dengan perlakuan masing-masing yaitu 0 gram (N0), 5 gram (N1), 10 gram (N2) dan    150 gram (N3) kemudian dimasukkan ke dalam polibag.
Penanaman
            Penanaman dilakukan dalam polibag, bibit kelapa sawit ditanam sedalam 1 cm dalam polibag sebanyak 1 benih per polibag.
Pelabelan
            Pelabelan dilakukan dengan menemppelkan label sesuai dengan urutan perlakuan. Pelabelan dilakukan untuk menghindari terjadinya kesalahan pengamatan.
Pemeliharaan Tanaman
Penyiraman
            Penyiraman dilakukan setiap hari sesuai dengan perlakuan pagi, siang, dan sore sampai kondisi kapasitas lapang.
Pengamatan Parameter
·         Tinggi Tunas (cm)
Tinggi tanaman yang berkecambah sudah berumur 3 bulan dihitung mulai dari permukaan tanah sampai bagian tertinggi dari tanaman dengan interval 1 minggu.
·         Jumlah Daun (Helai)
            Jumlah daun yang dihitung adalah daun yang telah membuka sempurna. Perhitungan jumlah daun dilakukan dengan interval 1 minggu.
Penyiangan
            Penyiangan dilakukan setiap hari. Apabila terdapat gulma maka harus segera dicabut.



BAGAN PERCOBAAN

            I                                               II                                             III
N2F1 1 N2F1  2                      N2F1 1 N2F1  2                      N0F1 1 N0F1 2
N2F3 3 N2F3  4                      N2F1 3 N2F1 4                       N0F1 3 N0F1  4

N2F3 1 N2F3 2                       N0F3   N0F3 2                        N2F2 1 N2F2 2
N2F3 3 N2F3  4                      N0F3   N0F3 4                        N2F2 3 N2F2 4

N1F2 1 N1F2 2                       N0F1   N0F1 2                        N1F2 1 N1F2 2
N1F2 3 N1F2  4                      N0F1   N0F1 4                        N1F2 3 N1F2 4

N0F3 1 N0F3 2                       N1F1 1 N1F1 2                       N0F1 1 N0F1 2
N0F3 3 N0F3 4                       N1F1 3 N1F1 4                       N0F1 3 N0F1 4

N0F3 1 N0F3 2                       N1F3 1 N1F3 2                       N2F2 1 N2F2 2
N0F3 3 N0F3 4                       N1F3 3 N1F3 4                       N2F2 3 N2F2 4

N0F2 1 N0F2 2                       N1F1 1 N1F1 2                       N1F1 1 N1F1 2
N0F2 3 N0F2 4                       N1F1 3 N1F1 4                       N1F1 3 N1F1 4

N2F3 1 N2F3 2                       N1F3 1 N1F3 2                       N2F3 1 N2F3 2
N2F3 3 N2F3 4                       N1F3 3 N1F3 4                       N2F3 3 N2F3 4

N1F3 1 N1F3 2                       N2F1 1 N2F1 2                       N2F2 1 N2F2 2
N1F3 3 N1F3 4                       N2F1 3 N2F1 4                       N2F2 3 N2F2 4

N1F2 1  N1F2 2                      N0F2 1 N0F2 2                       N0F2 1 N0F2 2
N1F2 3  N1F2 4                      N0F2 3 N0F2 4                       N0F2 3 N0F2 4


 DAFTAR PUSTAKA
Agustira, M. A., A. Kurniawan, Dja’far, D. Siahaan, L. Buana, dan T. Wahyono, 2008. Tinjauan Ekonomi Industri Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan.

Ambarwati, R. 2008. Kajian Dosis Pupuk Urea Dan Macam Media Tanam Terhadap Hasil Kandungan Andrographolide Tanaman Sambiloto (Andrographis Paniculata Ness). Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Balitbang Pertanian, 1992. Lima Tahun Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian, Republik Indonesia.

Budianto, 2011 dalam Khasanah (2012). Pengaruh Pupuk NPK Tablet dan Pupuk Nutrisi Organik Cair Terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Pembibitan Utama. Skripsi Program Studi Agroekoteknologi. Fakultas Pertanian. Universitas Riau

Dwiyana,S.R., Sampoerna, dan Ardian. 2015. Waktu dan Volume Pemberian Air pada Bibit Kelapa Sawit di Main Nursery. Universitas Riau.

Fauzi, Y., Y. E. Widyastuti., I. Satyawibawa dan R. Hartono. 2003. Kelapa Sawit. Penebar Swadaya, Jakarta.

Hadi, M. M., 2004. Teknik Berkebun Kelapa Sawit. Adicita Karya Nusa, Yogyakarta.

Hamzah ,Y., Lazuardi,U. Dan Susi. 2015. Analisa Sifat Nutri Tanah Perkebunan yang Diberi Pupuk Urea (Co(NH2)2) Menggunakan Sensor Nutrisi Tanah. Universitas Riau, Pekanbaru.

Hartman, H., T., W. J. Klacker, A. M. Kofrarek. 1998. Plant Science. Prentice Hall Inc., New Jersey.
Hermanto, Ferry,E.T.S. dan Jonatan,G. 2014. Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit dengan Menggunakan Media Sekam Padi dan Frekuensi Penyiraman di Main Nursery. USU, Medan.

Ichsan ,C.N., Erida,N. Dan Saijuna. 2012. Respon Aplikasi Dosis Kompos dan Interval Penyiraman Pada Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit.Universitas Syiah Kuala Bekala, Banda Aceh.

Kartasapoetra, A. G., 1988. Hama Tanaman Pangan dan Perkebunan. Bina Aksara, Jakarta.

Lokasari, T.A. 2011. Pengaruh Pemberian Pupuk Urea Dan Dolomit Terhadap Perubahan Ph Tanah, Serapan N Dan P Serta Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) Pada Ultisol. Usu, Medan.

Lubis, A. U., 1992. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Indonesia. Pusat Penelitian Perkebunan Marihat Bandar Kuala, Pematang Siantar.

Manalu, A.F. 2008. Pengaruh Hujan Terhadap Produkivitas Dan Pengelolaan Air di Kebun Kelapa Sawit Mustika Estate, PT. Sajang Heulang, Minamas Plantation, Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. IPB, Bogor.
Mangoensoekarjo, S. dan H. Semangun, 2003. Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit. UGM Press, Yogyakarta.

Nazari, Y.A. 2008. Respon Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit pada Pembibitan Awal Terhadap Pupuk NPK Mutiara. Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru.

PPKS, 2008. Teknologi Kultur teknis dan Pengolahan Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan.

PTPN IV., 1996. Vademecum Kelapa Sawit. PT Perkebunan Nusantara IV Bah Jambi, Pematang Siantar.

Ramadhaini,R.F., Sudrajat, dan Ade,W. 2014. Optimasi Pupuk Majemuk NPK an Kalsium pada Bibit Kelapa Sait di Pembibitan Utama. IPB, Bogor.

Raisawati, T. 2010. Monitoring Keragaan Bibit Kelapa Sawit di Pembibitan Utama. Universitas Ratu Samban.

Sastrosayono, S., 2008. Budidaya Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka.         Jakarta.

Setyamidjaja, D., 1991. Budidaya Kelapa Sawit. Kanisius, Yogyakarta.

Sianturi, H. S. D., 1991. Budidaya Tanaman Kelapa Sawit. USU Press, Medan.

Sinulingga,E.S.R., Jonatan, G. dan T. Sabrina. 2015. Pengaruh Pemberian Pupuk Hayati Cair dan Pupuk NPK Terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit di Pre Nursery. USU, Medan.

Sunarko, 2009. Petunjuk Budidaya Dan Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Tim Penulis PS, 1997. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Penebar Swadaya, Jakarta.

Wahyono, T., R. Nurkhoiry, dan M. A. Agustina, 1995. Profil Kelapa Sawit di Indonesia. Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan