PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Tanaman kelapa sawit (Elaeis
guineensis) bukanlah tanaman asli Indonesia. Berdasarkan bukti-bukti fosil,
sejarah dan linguistik, tanaman kelapa sawit dipercaya berasal dari pesisir
tropis Afrika Barat. Tanaman kelapa sawit liar telah dimanfaatkan oleh penduduk
Afrika Barat sebagai minyak makan. Temuan arkeologi di Mesir menunjukkan
penggunaannya sudah terjadi pada tahun 3000 SM. Tanaman kelapa sawit dikenali
bangsa Eropa saat ekspedisi Portugis ke Afrika Barat pada abad ke-15 (Agustira dkk., 2008).
Kelapa sawit (Elaeis guineensis
Jacq.) merupakan tumbuhan tropis
yang diperkirakan berasal dari Nigeria (Afrika Barat) karena pertama kali
ditemukan di hutan belantara negara tersebut. Kelapa sawit masuk pertama kali
ke Indonesia pada tahun 1848 dibawa dari Marnitius dan Amsterdam oleh seorang
warga Belanda. Bibit kelapa sawit yang berasal dari kedua tempat tersebut
masing-masing berjumlah dua batang dan pada tahun itu juga ditanam di kebun
Raya Bogor. Hingga saat ini dua dari empat pohon tersebut masih hidup dan
diyakini sebagai nenek moyang kelapa sawit yang ada di Asia Tenggara. Sebagian
keturunan kelapa sawit dari kebun Raya Bogor tersebut telah diproduksi ke Deli
Serdang (Sumatera Utara) sehingga dinamakan varietas Deli Dura (Hadi, 2004).
Kelapa sawit merupakan salah satu
primadona ekspor Indonesia yang pertanamannya berkembang sangat pesat. Pada
tahun 1986, luas perkebunan kelapa sawit baru mencapai 607 ribu hektar dengan
produksi sebesar 1,35 juta ton, tetapi pada tahun 1990 meningkat menjadi 1,15
juta hektar dengan produksi sebesar 2,43 juta ton. Nilai ekspor komoditas
ini juga meningkat dari 112,9 juta dolar pada tahun 1986 menjadi 178,2 juta
dolar pada tahun 1990. Sekitar 25% dari luas areal pertanaman kelapa sawit saat
ini dikelola oleh perkebunan negara, 25% merupakan areal perkebunan rakyat dan
sisanya dikelola oleh perkebunan swasta. Penelitian kelapa sawit bertujuan
untuk meningkatkan produktivitas dan nilai tambah minyak sawit melalui
diversifikasi produk (Balitbang Pertanian, 1992).
Kelapa sawit memiliki banyak manfaat
dalam penggunaannya. Selain minyak sawit yang dihasilkan oleh daging buah
(Mesokarp) yang dikenal dengan CPO (Crude Palm Oil), kelapa sawit juga
menghasilkan minyak inti sawit yang dihasilkan dari inti sawit yang dikenal
dengan minyak inti sawit atau Palm Kernel Oil (PKO). Dari keduanya dapat dibuat
berbagai jenis produk lainnya. Pabrik pengolahannya disebut refineri dan
ekstraksi. Dari sini akan keluar lagi beberapa jenis minyak, ada yang sudah
siap pakai dan ada yang harus diproses untuk menjadi produk lainnya. Disamping
minyak atau bahan solid lain, juga akan keluar beberapa padatan lainnya yang
dapat langsung dipakai atau harus diproses lebih lanjut (Wahyono dkk., 1995).
Pembibitan tanaman kelapa sawit yang
diusahakan sendiri oleh para petani kelapa sawit ini sampai tumbuhnya
perkecambahan, memang memerlukan kurun waktu lama. Selama kurun waktu itu
memerlukan perhatian. Para petani kecil mungkin belum mengetahui cara yang baik
sehingga banyak dari mereka lebih menyukai untuk membeli benih yang telah
berkecambah. Di beberapa negara tertentu yang membudidayakan tanaman ini
(termasuk Indonesia) pihak Dinas Pertanian dan Dinas Perkebunan telah
menyediakan benih yang telah berkecambah (Kartasapoetra, 1988).
Tujuan Percobaan
Adapun
tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk urea dan frekuensi
penyiraman terhadap pertumbuhan
kecambah kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) (D x P) di Pre Nursery.
kecambah kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) (D x P) di Pre Nursery.
Hipotesis
Percobaan
- Adanya
pengaruh pemberian pupuk Urea terhadap pertumbuhan bibit Kelapa Sawit (Elaeis
guineensis Jacq.).
- Adanya
pengaruh frekuensi penyiraman terhadap pertumbuhan bibit Kelapa Sawit (Elaeis
guineensis Jacq.) di Pre
Nursery.
-
Adanya interaksi pemberian pupuk urea dan frekuensi
penyiraman terhadap pertumbuhan bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Pre Nursery.
Kegunaan Percobaan
Sebagai
salah satu syarat untuk dapat mengikuti Praktikal Tes di Laboratorium Budidaya
Tanaman Kelapa Sawit dan Karet Program Studi Agroekoteknologi Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Sebagai bahan informasi bagi pihak
yang membutuhkan.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Menurut
Mangoensoekarjo dan Semangun (2003), taksonomi kelapa sawit yang umum diterima
sekarang adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae; Divisio : Spermatophyta; Subdivisio : Angiospermae; Kelas : Monocotyledoneae; Ordo : Palmales; Famili : Palmaceae; Genus : Elaeis;
Spesies : Elaeis guineensis Jacq.
Spesies : Elaeis guineensis Jacq.
Tanaman kelapa sawit berakar
serabut. Perakarannya sangat kuat karena
tumbuh kebawah dan kesamping membentuk akar primer, sekunder, tertier dan
kuartener. Akar primer tunbuh kebawah didalam tanah sampai batas permukaan air
tanah. Sedangkan akar sekunder, tertier dan kuartener tumbuh sejajar dengan
permukaan air tanah bahkan akar tertier dan kuartener menuju ke lapisan atas
atau ke tempat yang banyak mengandung zat hara. Disamping itu tumbuh pula akar
nafas yang timbul di atas permukaan air tanah atau didalam tanah. Penyebaran
akar terkonsentrasi pada tanah lapisan atas (Fauzi dkk., 2003).
Besarnya batang
berdiameter 20-75 cm, dan di perkebunan umumnya 45-60
cm, bahkan pangkal batang bisa lebih besar lagi pada tanaman tua. Biasanya
batang adalah tunggal (tidak bercabang) kecuali yang abnormal. Tinggi batang
bisa mencapai 20 m lebih, umumnya diperkebunan 15-18
m (Sianturi, 1991).
Daun kelapa
sawit bersirip genap, bertulang sejajar, panjangnya dapat mencapai 3-5 meter.
Pada pangkal pelepah daun terdapat duri-duri kasar dan bulu-bulu halus sampai
kasar. Panjang pelepah daun dapat lebih dari 9 meter. Helai anak daun yang
terletak di tengah pelepah daun adalah yang paling panjang dan panjangnya dapat
melebihi 1,20 meter. Jumlah anak daun dalam satu pelepah daun adalah 100-160
pasang (Setyamidjaja, 1991).
Susunan bunga terdiri dari karangan
bunga yang terdiri dari bunga jantan (tepung sari) dan bunga betina (putik).
Namun, ada juga tanaman kelapa sawit yang hanya memproduksi bunga jantan.
Umumnya bunga jantan dan bunga betina terdapat dalam tandan yang sama. Bunga
jantan selalu masak terlebih dahulu daripada bunga betina. Karena itu,
penyerbukan sendiri antara bunga jantan dan bunga betina dalam satu tandan
sangat jarang terjadi. Masa reseptif (masa putik dapat menerima tepung sari)
adalah 3x24 jam. Setelah itu, putik akan berwarna hitam dan mengering
(Sastrosayono, 2008).
Biji kelapa sawit mempunyai bagian:
a). Endokarpium (kulit biji= tempurung), berwarna hitam dan keras, b).
Endosperm (kernel=daging biji) berwarna putih dan dari bagian ini akan
menghasilkan minyak inti sawit setelah melalui ekstraksi, c). Lembaga atau
embrio (Setyamidjaja, 1991).
Syarat
Tumbuh
Iklim
Kelapa sawit dapat tumbuh dengan
baik pada daerah tropika basah di sekitar Lintang Utara-Lintang Selatan 12
derajat pada ketinggian 0-600 m dari atas permukaan laut. Jumlah curah hujan
yang baik adalah 2000-2500 mm per tahun, tidak memiliki defisit air hujan agak
merata sepanjang tahun. Temperatur yang optimal 24-28 °C, terendah 18 °C dan
tertinggi 32°C. Kelembaban 80% dan penyinaran matahari 5-7 jam per hari.
Kecepatan angin 5-6 km/jam sangat baik untuk membantu proses penyerbukan. Angin
yang terlalu kencang akan menyebabkan tanaman baru goyang atau miring (Lubis,
1992).
Curah hujan
optimum yang diperlukan tanaman kelapa sawit rata-rata 2000-2500 mm/tahun
dengan distribusi merata sepanjang tahun tanpa bulan kering yang
berkepanjangan. Kelembaban optimum bagi pertumbuhan kelapa sawit antara 80-90%.
Faktor-faktor yang memepengaruhi kelembaban ini adalah suhu, sinar matahari,
lama penyinaran, curah hujan, dan
evapotranspirasi (Tim Penulis PS,
1997).
Lama penyinaran
rata-rata 5 jam dan naik menjadi 7 jam per hari untuk beberapa bulan tertentu
akan berpengaruh baik terhadap kelapa sawit. Lama penyinaran ini terutama
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan tingkat asimilasi, pembentukan bunga
(sex-ratio) dan produksi buah (Setyamidjaja, 1991).
Tanah
Kelapa sawit tumbuh pada
beberapa jenis tanah seperti Podsolik, Latosol, Hidromorfik kelabu, Regosol,
Andosol dan Alluvial. Sifat fisik taanah antara lain: Solum yang dalam, lebih
dari 80 cm. Solum yang tebal akan merupakan media yang baik bagi perkembangan
akar sehingga efisiensi penyerapan hara tanaman akan lebih baik, Tekstur
lempung atau lempung berpasir dengan komposisi 20-60% pasir, 10-40% lempung dan
20-50% liat, Struktur, perkembangannya kuat; konsistensi gembur sampai agak
teguh dan permeabilitas sedang, Gambut, kedalamannya 0-0,6 m, Laterite, tidak dijumpai,
(PTPN IV, 1996).
Kemasaman tanah
idealnya adalah pH 5,5 yang baik adalah pH 4,0-6,0, tetapi boleh juga digunakan
pH 6,5-7. Tanah harus gembur dan drainase baik sehingga aerasi juga baik
(Sianturi, 1991).
Sifat fisik tanah yang baik lebih
dikehendaki tanaman kelapa sawit daripada
sifat kimianya. Beberapa hal yang menentukan sifat fisik tanah adalah tekstur,
struktur, konsistensi, kemiringan tanah, permeabilitas, ketebalan lapisan tanah
dan kedalaman permukaan air tanah. Secara ideal tanaman kelapa sawit menghendaki tanah yang gembur, subur, mempunyai solum
yang dalam tanpa lapisan padas, teksturnya mengandung liat dan debu 25-30%,
datar serta berdrainase baik (Setyamidjaja, 1991).
Pupuk Urea
Pupuk
Urea adalah pupuk kimia yang mengandung Nitrogen (N) berkadar tinggi. Unsur
Nitrogen merupakan zat hara yang sangat diperlukan tanaman. Pupuk Urea
berbentuk butir-butir kristal berwarna putih, dengan rumus kimia CO(NH2)2,
merupakan pupuk yang mudah larut dalam air dan sifatnya sangat Universitas
Sumatera Utara mudah menghisap air (higroskopis), karena itu sebaiknya disimpan
di tempat kering dan tertutup rapat. Pupuk Urea mengandung unsur hara N sebesar
46% dengan pengertian setiap 100 kg Urea mengandung 46 kg Nitrogen (Lokasari,
2011).
Nitrogen
tidak tersedia dalam bentuk mineral alami seperti unsur hara lainnya. Sumber
nitrogen yang terbesar berupa udara yang sampai ke tanah melalui air hujan atau
udara yang diikat oleh bakteri pengikat nitrogen. Contoh bakteri pengikat
nitrogen adalah Rhizobium sp. yang ada di bintil akar tanaman kacang-kacangan
(leguminoseae). Idealnya, bakteri mampu menyediakan 50 – 70% kebutuhan nitrogen
tanaman. Selain Rhizobium ada jenis bakteri pengikat nitrogen lain yang tidak
bersimbiosis dengan tanaman tingkat tinggi (bersifat independent), misalnya
Azotobakter. Nitrogen pada tanaman mempunyai pengaruh merangsang pertumbuhan
daun dengan cepat serta menyebabkan daun dan batang berwarna hijau karena N
merupakan bahan pembentuk klorofil (Ambarwati, 2008).
Pemupukan
memberikan kontribusi yang sangat luas dalam meningkatkan produksi dan kualitas
produk yang dihasilkan. Salah satu efek pemupukan yang sangat bermanfaat yaitu
meningkatnya kesuburan tanah yang menyebabkan tingkat produksi tanaman menjadi
relatif stabil serta meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan penyakit
dan pengaruh iklim yang tidak menguntungkan (Sinulingga et al., 2015).
Nutrisi
tanah sangat penting untuk diketahui oleh petani sebelum proses penanaman
dilakukan,karena nutrisi tanah akan sangat berpengaruh pada tingkat kesuburan
tanah, tanaman dan hasil produksi di samping itu ada beberapa proses yang
mempengaruhi proses penanaman yaitu konsep pemupukan. Secara tradisional petani
jarang melakukan analisa kesuburan tanah, karena biaya yang diperlukan untuk
analisa ini cukup mahal. Akibatnya dosis pupuk yang diberikan ke dalam tanah
hanya berdasarkan informasi umum saja. Pemilihan pupuk yang tepat untuk tanaman
sangat penting agar kebutuhan tanaman akan pupuk dapat secara efisien terpenuhi
(Hamzah et al., 2015).
Pembibitan
Kelapa Sawit
Pertumbuhan
awal bibit merupakan periode kritis yang sangat menentukan keberhasilan tanaman
dalam mencapai pertumbuhan yang baik di pembibitan. Bibit merupakan produk yang
dihasilkan dari suatu proses pengadaan bahan tanaman yang berpengaruh terhadap
pencapaian hasil produksi pada masa selanjutnya (Nazari, 2008).
Masalah
yang sering dihadapi oleh petani swadaya kelapa sawit adalah ketersediaan bibit
yang kurang berkualitas, yang ditunjukkan daya tumbuh yang rendah. Hal ini
disebabkan salah satunya terutama dalam hal ketersediaan unsur hara. Sementara
unsur hara merupakan hal yang sangat penting bagi media tanam, ketersediaannya
mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang berada di atasnya. Umumnya pemenuhan unsur
hara pada media tanam dilakukan dengan pemupukan (Budianto, 2012).
Salah
satu faktor penentu produktivitas tanaman kelapa sawit adalah dengan
menggunakan bibit yang berkualitas yang didapatkan melalui penggunaan benih
yang secara genetik unggul dan pemeliharaan yang baik, terutama pemupukan.
Namun, sebagian besar pekebun swadaya menggunakan bibit berkualitas rendah yang
berasal brondolan lepas di kebun serta pengelolaan pupuk yang rendah. Hal
tersebut disebabkan oleh kurangnya informasi mengenai pengelolaan pembibitan
yang baik serta dosis pemupukan yang tepat. Oleh karena itu, ketepatan dosis
pupuk selama proses pembibitan menjadi faktor yang sangat penting (Ramadhaini et. al, 2015).
Penyiraman
Di
pembibitan biasanya penyiraman dilakukan sebanyak dua kali sehari yaitu pada
pagi dan sore hari. Penyiraman pagi yaitu dimulai jam 07.00 WIB sampai jam
11.00 WIB sedangkan penyiraman sore hari dimulai jam 16.00 WIB. Penyiraman pada
siang hari jarang dilaksanakan, hal ini karena pada siang hari penguapan pada
tanaman lebih tinggi.Air yang cepat menguap akan membuat komponen mineral atau
zat terlarut lainnya yang sebelumnya terkandung di dalam air siraman akan
tertinggal di permukaan daun atau bagian tanaman lainnya. Hal tersebut tidak
baik bagi tanaman dan dapat membuat tanaman menjadi mati karena sifatnya yang
toksik (Dwiyana et al., 2015).
Penyiraman
dengan interval yang panjang juga dapat menghindari tanah di pembibitan yang
menjadi padat karena penyiraman yang sering dilakukan (Haryati 2003). Ketahanan
tanaman terhadap cekaman air dilapangan dapat dinilai dari ketahanan cekaman di
pembibitan. Pangaribuan (2001) menyatakan cekaman air pada tanaman kelapa sawit
ditunjukkan oleh terhambatnya daun-daun membuka, terjadinya pengeringan daun
muda, rusaknya hijau daun, dan mempercepat kematian tanaman (Ichsan et al., 2012).
Ketersediaan
air merupakan salah satu faktor pembatas utama bagi produksi kelapa sawit.
Kekeringan menyebabkan penurunan laju fotosintesis dan distribusi asimilat
terganggu, berdampak negatif pada pertumbuhan tanaman baik fase vegetatif
maupun fase generatif. Pada fase vegetatif kekeringan pada tanaman kelapa sawit
ditandai oleh kondisi daun tidak membuka dan terhambatnya pertumbuhan pelepah.
Pada keadaan yang lebih parah kekurangan air menyebabkan kerusakan jaringan
tanaman yang dicerminkan oleh daun pucuk dan pelepah yang mudah patah. Pada
fase generatif kekeringan menyebabkan terjadi penurunan produksi tanaman akibat
terhambatnya pembentukan bunga, jumlah bunga jantan, pembuahan terganggu, gugur
buah muda, bentuk buah kecil dan rendemen minyak buah rendah (Hermanto et al., 2014).
Terjadi
kekurangan air mengakibatkan fotosintesis tanaman akan terganggu karena tejadi
pengurangan dalam pembentukan dan perluasan daun. Hal ini menyebabkan
produktivitas kelapa sawit menurun. Kekurangan air yang terjadi akan menganggu
pertumbuhan dan produktifitas kelapa sawit 2–3 tahun ke depan. Ketersediaan air
juga mempengaruhi pemupukan terhadap tanaman karena air berperan dalam
melarutkan unsur hara yang diberikan terhadap tanaman (Manalu, 2008).
Menurut
Darmosarkoro et al. (2008), kebutuhan air pada pembibitan utama (main nursery)
adalah sesuai dengan umur bibit yaitu 0,6 L bibit-1 hari-1 untuk umur bibit 0-2
bulan, 0,7 L bibit-1 hari-1 untuk umur bibit 2-4 bulan, 1,0 L bibit-1 hari-1
untuk umur bibit 4-6 bulan, dan 1,5 L bibit-1 hari-1 untuk umur bibit > 6
bulan. Penyiraman yang cukup dan efisien sangat penting untuk mendapatkan
tanaman yang jagur, sehat dan homogen (Raisawati, 2010).
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Praktikum
Percobaan ini dilakukan pada hari Jumat dari bulan Maret sampai Mei 2016 di lahan
Laboratorium Budidaya Tanaman Kelapa Sawit dan Karet, Program Studi
Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian
tempat ± 25 meter diatas permukaan laut.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah benih kelapa sawit
sebagai objek percobaan, pupuk urea sebagai bahan campuran media tanam, sub
soil sebagai media tanam, polibag digunakan sebagai wadah media tanam, air
fungsinya untuk menyiram benih, daun kelapa sawit fungsinya sebagai naungan,
bambu fungsinya sebagai tiang naungan dan label sebagai penanda polibag.
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah cangkul untuk mencampur
media tanam, gembor untuk menyiram benih, timbangan untuk menimbang kompos,
buku data dan alat tulis untuk menulis data.
Metode Percobaan
Percobaan ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) factorial yang
terdiri dari 2 faktor perlakuan yaitu:
Faktor
I : Pemberian Pupuk Urea)
dengan 4 taraf
N0 : Pupuk Urea sebanyak 10 gr
N1 : Pupuk Urea sebanyak 5 gr
N2 :
Pupuk Urea sebanyak 10 gr
N3 :
Pupuk Urea sebanyak 15 gr
Faktor
II : Frekuensi penyiraman
dengan 3 taraf
F1 : Pagi
F2 : Pagi dan Sore
F3 : Pagi, siang, dan sore
Sehingga
didapat 12 kombinasi perlakuan yaitu
N0F1 N1F1 N2F1 N3F1
N0F2 N1F2 N2F2 N3F2
N0F3 N1F3 N2F3 N3F3
Jumlah
ulangan
: 3
Jumlah plot
per ulangan
: 4
Jumlah bibit
perpolibag
: 1
Jumlah bibit
perplot
: 1
Jumlah
kecambah seluruhnya
: 36 bibit
Pelaksanaan
Percobaan
Pembuatan Naungan
Naungan dibuat dengan menggunakan
batang bambu dan pelepah kelapa sawit sebagai atap naungan. Pembibitan awal
kelapa sawit harus diberikan naungan agar tidak terkena cahaya matahari secara
langsung.
Persiapan Media Tanam
Media tanam yang digunakan adalah sesuai dengan masing-masing perlakuan yaitu
campuran top soil dan pasir dengan perbandingan 2:1.
Aplikasi Pupuk Urea
Masing-masing perlakuan media tanam dicampur dengan pupuk urea sesuai dengan
perlakuan masing-masing yaitu 0 gram (N0), 5 gram (N1), 10 gram (N2)
dan 150 gram (N3) kemudian dimasukkan ke dalam polibag.
Penanaman
Penanaman dilakukan dalam polibag, bibit kelapa sawit ditanam sedalam 1 cm
dalam polibag sebanyak 1 benih per polibag.
Pelabelan
Pelabelan
dilakukan dengan menemppelkan label sesuai dengan urutan perlakuan. Pelabelan
dilakukan untuk menghindari terjadinya kesalahan pengamatan.
Pemeliharaan Tanaman
Penyiraman
Penyiraman dilakukan setiap hari sesuai dengan perlakuan pagi, siang, dan sore sampai
kondisi kapasitas lapang.
Pengamatan Parameter
·
Tinggi Tunas
(cm)
Tinggi tanaman yang berkecambah sudah berumur 3 bulan
dihitung mulai dari permukaan tanah sampai bagian tertinggi dari tanaman dengan
interval 1 minggu.
·
Jumlah Daun
(Helai)
Jumlah daun yang dihitung adalah
daun yang telah membuka sempurna. Perhitungan jumlah daun dilakukan dengan
interval 1 minggu.
Penyiangan
Penyiangan
dilakukan setiap hari. Apabila terdapat gulma maka harus segera dicabut.
BAGAN PERCOBAAN
I II III
N2F1 1 N2F1 2 N2F1
1 N2F1 2 N0F1
1 N0F1 2
N2F3 3 N2F3 4 N2F1
3 N2F1 4 N0F1 3 N0F1 4
N2F3 1 N2F3 2 N0F3 N0F3 2 N2F2
1 N2F2 2
N2F3 3 N2F3 4 N0F3
N0F3 4 N2F2
3 N2F2 4
N1F2 1 N1F2 2 N0F1 N0F1 2 N1F2 1 N1F2 2
N1F2 3 N1F2 4 N0F1 N0F1 4 N1F2
3 N1F2 4
N0F3 1 N0F3 2 N1F1
1 N1F1 2 N0F1 1 N0F1
2
N0F3 3 N0F3 4 N1F1 3 N1F1 4 N0F1
3 N0F1 4
N0F3 1 N0F3 2 N1F3
1 N1F3 2 N2F2 1 N2F2
2
N0F3 3 N0F3
4 N1F3 3 N1F3 4 N2F2 3 N2F2 4
N0F2 1 N0F2 2 N1F1
1 N1F1 2 N1F1 1 N1F1
2
N0F2 3 N0F2 4 N1F1 3 N1F1 4 N1F1 3 N1F1 4
N2F3 1 N2F3 2 N1F3
1 N1F3 2 N2F3 1 N2F3 2
N2F3 3 N2F3 4 N1F3 3 N1F3 4 N2F3 3 N2F3 4
N1F3 1 N1F3 2 N2F1
1 N2F1 2 N2F2 1 N2F2 2
N1F3 3 N1F3 4 N2F1 3 N2F1 4 N2F2 3 N2F2 4
N1F2 1 N1F2 2 N0F2 1 N0F2 2 N0F2 1 N0F2
2
N1F2 3 N1F2 4 N0F2
3 N0F2 4 N0F2 3 N0F2
4
DAFTAR PUSTAKA
Agustira, M.
A., A. Kurniawan, Dja’far, D. Siahaan, L. Buana, dan T. Wahyono, 2008.
Tinjauan Ekonomi Industri Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan.
Ambarwati,
R. 2008. Kajian
Dosis Pupuk Urea Dan Macam Media Tanam Terhadap Hasil Kandungan Andrographolide
Tanaman Sambiloto (Andrographis Paniculata Ness). Universitas Sebelas Maret,
Surakarta.
Balitbang
Pertanian, 1992. Lima Tahun Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen
Pertanian, Republik Indonesia.
Budianto, 2011 dalam Khasanah (2012).
Pengaruh Pupuk NPK Tablet dan Pupuk Nutrisi Organik Cair Terhadap Pertumbuhan
Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Pembibitan Utama. Skripsi
Program Studi Agroekoteknologi. Fakultas Pertanian. Universitas Riau
Dwiyana,S.R., Sampoerna, dan Ardian. 2015. Waktu dan Volume Pemberian Air
pada Bibit Kelapa Sawit di Main Nursery. Universitas Riau.
Fauzi, Y., Y. E. Widyastuti., I. Satyawibawa dan R. Hartono. 2003.
Kelapa Sawit. Penebar Swadaya, Jakarta.
Hadi, M. M., 2004. Teknik Berkebun Kelapa Sawit. Adicita Karya Nusa,
Yogyakarta.
Hamzah ,Y., Lazuardi,U. Dan Susi.
2015. Analisa Sifat Nutri Tanah Perkebunan yang Diberi Pupuk Urea (Co(NH2)2)
Menggunakan Sensor Nutrisi Tanah. Universitas Riau, Pekanbaru.
Hartman, H., T., W. J. Klacker, A.
M. Kofrarek. 1998. Plant Science. Prentice Hall Inc., New Jersey.
Hermanto, Ferry,E.T.S. dan
Jonatan,G. 2014. Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit dengan Menggunakan Media Sekam
Padi dan Frekuensi Penyiraman di Main Nursery. USU, Medan.
Ichsan
,C.N., Erida,N. Dan Saijuna. 2012. Respon Aplikasi Dosis Kompos dan Interval
Penyiraman Pada Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit.Universitas Syiah Kuala Bekala,
Banda Aceh.
Kartasapoetra,
A. G., 1988. Hama Tanaman Pangan dan Perkebunan. Bina Aksara, Jakarta.
Lokasari,
T.A. 2011. Pengaruh
Pemberian Pupuk Urea Dan Dolomit Terhadap Perubahan Ph Tanah, Serapan N Dan P
Serta Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea
mays L.) Pada Ultisol. Usu,
Medan.
Lubis, A.
U., 1992. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Indonesia. Pusat
Penelitian Perkebunan Marihat Bandar Kuala, Pematang Siantar.
Manalu, A.F.
2008. Pengaruh Hujan Terhadap Produkivitas Dan Pengelolaan Air di Kebun Kelapa
Sawit Mustika Estate, PT. Sajang Heulang, Minamas Plantation, Tanah Bumbu,
Kalimantan Selatan. IPB, Bogor.
Mangoensoekarjo,
S. dan H. Semangun, 2003. Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit. UGM Press,
Yogyakarta.
Nazari, Y.A.
2008. Respon Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit pada Pembibitan Awal Terhadap Pupuk
NPK Mutiara. Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru.
PPKS, 2008. Teknologi Kultur teknis dan Pengolahan Kelapa Sawit. Pusat Penelitian
Kelapa Sawit, Medan.
PTPN IV.,
1996. Vademecum Kelapa Sawit. PT Perkebunan Nusantara IV Bah Jambi, Pematang
Siantar.
Ramadhaini,R.F.,
Sudrajat, dan Ade,W. 2014. Optimasi Pupuk Majemuk NPK an Kalsium pada Bibit
Kelapa Sait di Pembibitan Utama. IPB, Bogor.
Raisawati,
T. 2010. Monitoring Keragaan Bibit Kelapa Sawit di Pembibitan Utama.
Universitas Ratu Samban.
Sastrosayono, S., 2008. Budidaya Kelapa Sawit. Agromedia
Pustaka. Jakarta.
Setyamidjaja,
D., 1991. Budidaya Kelapa Sawit. Kanisius, Yogyakarta.
Sianturi, H.
S. D., 1991. Budidaya Tanaman Kelapa Sawit. USU Press, Medan.
Sinulingga,E.S.R.,
Jonatan, G. dan T. Sabrina. 2015. Pengaruh Pemberian Pupuk Hayati Cair dan
Pupuk NPK Terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit di Pre Nursery. USU, Medan.
Sunarko,
2009. Petunjuk Budidaya Dan Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka,
Jakarta.
Tim Penulis
PS, 1997. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Penebar Swadaya, Jakarta.
Wahyono, T.,
R. Nurkhoiry, dan M. A. Agustina, 1995. Profil Kelapa Sawit di
Indonesia. Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar