Hidroponik adalah suatu istilah
yang digunakan untuk bercocok tanam tanpa menggunakan tanah sebagai media
tumbuhnya. Tanaman dapat di tanam dalam pot atau wadah lainnya dengan
menggunakan air dan atau bahan-bahan porus lainnya, seperti kerikil, pecahan genting,
pasir, pecahan batu ambang, dan lain sebagainya sebagai media tanamnya. Untuk
memperoleh zat makanan atau unsur-unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan
tanaman, ke dalam air yang digunakan dilarutkan campuran pupuk organik.
Campuran pupuk ini dapat diperoleh dari hasil ramuan sendiri garam-garam
mineral dengan formulasi yang telah ditentukan atau menggunakan pupuk buatan
yang sudah siap pakai. Bercocok tanam secara hidroponik dapat memberikan
keuntungan, antara lain :
1. tanaman terjamin kebebasannya
dari hama dan penyakit.
2. produksi tanaman lebih tinggi.
3. tanaman tumbuh lebih cepat dan
pemakaian pupuk lebih efisien.
4. tanaman memberikan hasil yang
kontinu.
5. lebih mudah dikerjakan tanpa
membutuhkan tenaga kasar.
6. tanaman dapat tumbuh pada
tempat yang semestinya tidak cocok.
7. tidak ada resiko sebagai
ketergantungan terhadap kondisi alam setempat
8. dapat dilakukan pada
tempat-tempat yang luasnya terbatas.
Hidroponik, menurut Savage (1985),
berdasarkan sistem irigasisnya dikelompokkan menjadi: (1) Sistem terbuka dimana
larutan hara tidak digunakan kembali, misalnya pada hidroponik dengan
penggunaan irigasi tetes drip irrigation atau trickle irrigation, (2) Sistem
tertutup, dimana larutan hara dimanfaatkan kembali dengan cara resirkulasi.
Sedangkan berdasarkan penggunaan media atau substrat dapat dikelompokkan
menjadi (1) Substrate System dan (2) BareRoot System. 1. Substrate System
Substrate system atau sistem substrat adalah sistem hidroponik yang menggunakan
media tanam untuk membantu pertumbuhan tanaman. Sitem ini meliputi:
a. Sand Culture
Biasa juga disebut
“Sandponics‟ adalah budidaya tanaman dalam media pasir. Produksi budidaya
tanaman tanpa tanah secara komersial pertama kali dilakukan dengan menggunakan
bedengan pasir yang dipasang pipa irigasi tetes. Saat ini „Sand Culture’
dikembangan menjadi teknologi yang lebih menarik, terutama di negara yang
memiliki padang pasir. Teknologi ini dibuat dengan membangun sistem drainase
dilantai rumah kaca, kemudian ditutup dengan pasir yang akhirnya menjadi media
tanam yang permanen. Selanjutnya tanaman ditanam langsung dipasir tanpa
menggunakan wadah, dan secara individual diberi irigasi tetes.
b. Gravel Culture
Gravel Culture
adalah budidaya tanaman secara hidroponik menggunakan gravel sebagai media
pendukung sistem perakaran tanaman. Metode ini sangat populer sebelum perang
dunia ke 2. Kolam memanjang sebagai bedengan diisi dengan batu gravel, secara
periodik diisi dengan larutan hara yang dapat digunakan kembali, atau
menggunakan irigasi tetes. Tanaman ditanam di atas gravel mendapatkan hara dari
larutan yang diberikan. Walaupun saat ini sistem ini masih digunakan, akan
tetapi sudah mulai diganti dengan sistem yang lebih murah dan lebih efisien.
c. Rockwool Adalah nama komersial
media tanaman utama yang telah dikembangkan dalam sistem budidaya tanaman tanpa
tanah. Bahan ini besarsal dari bahan batu Basalt yang bersifat Inert yang
dipanaskan sampai mencair, kemudian cairan tersebut di spin (diputar) seperti
membuat aromanis sehingga menjadi benang-benang yang kemudian dipadatkan
seperti kain „wool‟ yang terbuat dari „rock‟. Rockwoolbiasanya dibungkus dengan
plastik. Rockwool ini juga populer dalam sistem Bag culture sebagai media
tanam. Rockwool juga banyak dimanfaatkan untuk produksi bibit tanaman sayuran
dan dan tanaman hias. d. Bag Culture Bag culture adalah budidaya tanaman tanpa
tanah menggunakan kantong plastik (polybag) yang diisi dengan media tanam.
Berbagai media tanam dapat dipakai seperti : serbuk gergaji, kulit kayu,
vermikulit, perlit, dan arang sekam. Irigasi tetes biasanya diganakan dalam
sistem ini. Sistem bag culture ini disarankan digunakan bagi pemula dalam
mempelajari teknologi hidroponik, sebab sistem ini tidak beresiko tinggi dalam
budidaya tanaman.
Bare Root
System
Bare
Root system atau sistem akar telanjang adalah sistem hidroponik yang tidak
menggunakan media tanam untuk membantu pertumbuhan tanaman, meskipun block
rockwool biasanya dipakai diawal pertanaman. Sitem ini meliputi:
a. Deep
Flowing System
Deep Flowing System adalah sistem
hidroponik tanpa media, berupa kolam atau kontainer yang panjang dan dangkal
diisi dengan larutan hara dan diberi aerasi. Pada sistem ini tanaman ditanam
diatas panel tray (flat tray) yang terbuat dari bahan sterofoam mengapung di
atas kolam dan perakaran berkembang di dalam larutan hara.
b. Teknologi
Hidroponik Sistem Terapung (THST)
Teknologi Hidroponik Sistem
Terapung adalah hasil modifikasi dari Deep Flowing System yang dikembangkan di
Bagian Produksi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut
Pertanian Bogor. Perbedaan utama adalah dalam THST tidak digunakan aerator,
sehinga teknologi ini reltif lebih effisien dalam penggunaan energi listrik.
Pembahasan ditail dari THST disajikan dalam sub bab Kultur Air.
c. Aeroponics
Aeroponics adalah sistem
hidroponik tanpa media tanam, namun menggunakan kabut larutan hara yang kaya
oksigen dan disemprotkan pada zona perakaran tanaman. Perakaran tanaman
diletakkan menggantung di udara dalam kondisi gelap, dan secara periodik
disemprotkan larutan hara. Teknologi ini memerlukan ketergantungan terhadap
ketersediaan energi listrik yang lebih besar.
d. Nutrient Film Tecnics (NFT)
Nutrient Film technics adalah
sistem hidroponik tanpa media tanam. Tanaman ditanam dalam sikrulasi hara tipis
pada talang-talang yang memanjang. Persemaian biasanya dilakukan di atas blok
rockwool yang dibungkus plastik. Sistem NFT pertama kali diperkenalkan oleh
peneliti bernama Dr. Allen Cooper. Sirkulasi larutan hara diperlukan dalam
teknologi ini dalam periode waktu tertentu. Hal ini dapat memisahkan komponen
lingkungan perakaran yang ‘aqueous’ dan ‘gaseous’ yang dapat meningkatkan
serapan hara tanaman. e. Mixed System Ein-Gedi System disebut juga Mixed system
adalan teknologi hidroponik yang mennggabungkan aeroponics dandeep flow
technics.Bagian atas perakaran tanaman terbenam pada kabut hara yang
disemprotkan, sedangkan bagian bawah perakaran terendam dalam larutan hara.
Sistem inilebih aman dari pad aeroponics sebab bila terjadi listrik padam
tanaman masih bisa mendapatkan hara dari larutan hara di bawah area kabut
Kultur Air Diantara budidaya
tanaman tanpa tanah, kultur air adalah budidya tanaman yang menurut definisi
merupakan sistem hidroponik yang sebenarnya. Kultur air juga sering disebut
true hydroponics, nutri culture, atau bare root system. Di dalam kultur air,
akar tanaman terendam dalam media cair yang merupakan larutan hara tanaman,
sementara bagian atas tanaman ditunjang adanya lapisan medium inert tipis yang
memungkinkan tanaman dapat tumbuh tegak (Resh, 1998). Dalam sejarah
perkembangan hidroponik, penelitian-penelitian pertama tentang hidroponik
tercatat menggunakan sistem kultur air tanpa adanya substrat atau media tanam
(Woodward, 1699).
Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST) merupakan sistem
hidroponik tanpa substrat yang dikembangkan dari sistem kultur air. Teknologi
ini dapat dioperasikan tanpa tergantung adanya energi listrik karena tidak
memerlukan pompa untuk re-sirkulasi larutan hara. Hal ini menyebabkan THST
menjadi lebih sederhana, mudah dioperasikan, dan murah, sehingga berpotensi
untuk dikembangkan pada tingkat petani kecil. Beberapa hal yang harus
dipertimbangankan dalam pengembangan teknologi budidaya tanaman secara
hidroponik di Indonesia adalah:
1. Sistem yang dibangun harus sederhana dan
tidak rumit
2. Sistem yang dibangun harus murah
3. Sistem yang dibangun harus melibatkan bahan-bahan yang
ramah lingkungan
4. Komponen bahan dan alat yang
digunakan mudah di dapatkan
5. Sistem tidak tergantung
terhadap energi listrik
6. Digunakan komoditas yang
bernilai komersial yang tinggi.
Dengan demikian maka pengusahaan
budidaya tanaman secara hidroponik akan dapat memberikan
margin keuntungan yang tinggi dan layak untuk dikembangkan hidroponik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar